Selain itu, para pakar ilmuwan memiliki beberapa hasil pengamatan diperoleh bahwa dari 20negara berkembang dan Negara yang ekonominya dalam kondisi transisi, ternyata secara keseluruhan kebutuhan energinya sebanyak 1/3 energi global yang terkait dengan emisi CO2. Namun demikian, para pemimpin negeri tersebut sudah merancang konsep terbarukan tentang pengurangan emisi karbon dengan menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan (dalam hal ini maksudnya adalah dapat mengurangi volume CO2 di bumi) seperti mengembangkan energi angin, surya, dan biofuel yang lebih ramah lingkungan.
Menurut laporan IEA (International Energy Agency) yang memaparkan 12 negara yang sedang mengalami masa transisi ekonominya seperti Bulgaria, Rep. Ceko, Estonia, Hongaria, Kazakhstan, Latvia, Lithuania, Polandia, Rumania, Fed. Rusia, Rep. Slovakia, dan Uzbekkistan. Dimana hanya Fed Rusia, Polandia, dan Kazakhstan yang telah menurunkan emisi CO2-nya. Sedangkan, dalam konvensi iklim saat ini diharapkan negara – negara maju bertanggung jawab dan berada di barisan depan dalam usahanya menurunkan emisi CO2. Hal ini dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa negara maju lebih menyumbangkan emisi CO2 ke bumi yang berakibat pada penambahan volume CO2 di bumi.
Sedangkan 6 negara berkembang yang dikategorikan penyumbang emisi CO2 hampir separoh dari total emisi CO2 didunia, yaitu Cina, India, Meksiko, Afrika Selatan, Korea Utara, dan Indonesia. Dalam kasus ini, Indonesia menempati urutan ke-88 penyumbang emisi CO2 di bumi apabila di tinjau dari perkapita energi yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Menurut perkiraan IEA apabila berbagai perencanaan yang telah dirancang oleh seluruh negara – negara di dunia, maka emisi CO2 global dapat bertambah mendekati 50% di atas kondisi 1990 hingga tahun sebelum 2010. Di duga kemungkinan kenaikan emisi CO2 disebabkan beberapa faktor permasalahan di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi, efisiensi energi dimana belum adanya peraturan tentang pengaturan efisiensi energi dan standar efisiensi energi, perumbuhan ekonomi yang naik menyebabkan pemakaian listrik dan juga transportasi meningkat, bahan bakar yang murah dan tanpa pajak, serta pertumbuhan jumlah penduduk yang sebagian besar belum menemukan suatu teknologi sederhana untuk energi terbarukan yang mempunyai emisi yang rendah, dan pengembangan tenaga nuklir. Sehingga nantinya para pemimpin negara – negara di dunia lebih mencari dan mematangkan kembali bahan bakar alternative yg terbarukan dan ramah lingkungan.
Dalam kasus negeri sendiri, penggunaan bahan bakar minyak yang terbesar berada di sektor transportasi dikarenakan tingkat pengguna kendaraan bermotor di Indonesia semakin pesat penambahannya sekitar 699.000 tahunnya yang pastinya akan berdampak pada sumbangsih CO2 di dunia. Selain itu, sektor industri, rumah tangga, dan listrik berturut – turut pula menyumbangkan emisi karbonnya pada dunia. faktor yang menyebabkan kenaikan kebutuhan bahan bakar minyak ini ternyata sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk Indonesia. Studi yang dilakukan oleh pakar memperlihatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 1991 – 2021 berkisar antara 5,1% – 6,4% per tahun untuk scenario tinggi dan 4,2% – 6,0% per tahun untuk scenario rendah. Dan, rata – rata laju pertumbuhan ekonomi Indonesia 2,8 juta per tahun dari tahun 1985 sampai 1996.
Sumber emisi CO2 di Indonesia meliputi pembakaran bahan bakar baik fosil maupun biomass. Perubahan lahan hutan, serta proses pembuatan semen. Selain itu, hasil oksidasi CO2, CH4 dan Hidrokarbon non-metana di troposfer menambah CO2 di atmosfer. Untuk transportasi estimasi emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil dapat dihitung dengan persamaan dasar sebagai berikut:
Dimana factor emisi CO2 bernilai 3,188 ton CO2/ton BBM. Kemungkinan tidak semua kendaraan di Indonesia mempunyai mesin pembakaran sebagus itu, sehingga lebih banyak lagi karbon yang tidak teroksidasi ke CO2 melainkan dalam bentuk CO2, CH4 dan Hidrokarbon non-metana. Sehingga estimasi tersebut sedikit lebih tinggi dari emisi sebenarnya. Sedangkan untuk sektor industry, rumah tangga dan listrik digunakan persamaan berikut:
Dimana Jumlah karbon terbakar = konsumsi BBM(m3) x kerapatan(ton/m3) x nilai kalor (J/ton) x kandungan karbon dalam BBM (kg C/J)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar