FlashVortex

Kamis, 09 Juni 2011

MAKALAH BIOFUEL

Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Bahan Bakar Alternatif Biogas

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biofuel

Disusun Oleh :

1. Wahyunnisa 0610923067

2. Eka Kumalasari 0810920031

3. Oktawirandy Rajaki 0810920057

4. Rahmatina Amalia 0810923021

5. Isdiana Arofah 0810923059

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2009



ABSTRAK

Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan proses pembuatan tahu yang sebagian besar masih menggunakan proses pembuatan tahu secara tradisonal. Proses produksi tahu menghasilkan dua jenis limbah yaitu limbah padat dan limbah cairan. Limbah yang dihasilkan berwarna kuning keruh dan berbau rebusan kedelai. Limbah cair dalam produksi tahu ini memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses anaerobik. Jika senyawa – senyawa anaerob maupun aerob direkasikan dengan limbah tahu cair di dalam tabung yang bernama tabung digester akan menghasilkan gas metana, dan gas – gas lain. Gas metana merupakan bahan utama dalam penggunaan energy alternatif biogas.

Namun setelah diperlihatkan tentang kandungan dalam gas – gas yang dihasilkan dalam rekasi di dalam tabung digester, ditemukan bahwa perbandingan antara gas metana dengan karbon diokasida hampir sama. Padahal telah kita ketahui sendiri bahwa gas CO2 akan menyebabkan kerusakan pada peralatan biogas dan pengkristalan gas tersebut akibat penurunan temperatur pada kontur tanah tertentu. Sehingga perlu adanya proses lain untuk menghilangkan gas sampingan yakni CO2 dengan cara arbsobsi melalui pelarut NaOH secara kontinyu. Untuk mengetahui seberapa besar gas CO2 terserap dalam absorber perlu melakukan uji aside alkimetri. Sehingga hasil yang diharapkan nantinya biogas yang dihasilkan lebih maksimal saat pembakarannya dan tidak merusak peralatan penyulingan limbah tahu cair.

Kata Kunci : Limbah tahu cair, Digester, CH4, Absorbsi, CO2, dan NaOH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat di Indonesia Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia, yaitu seitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam beberapa tahun lagi. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global, satu-satunya cara adalah dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan.

Energi merupakan komponen penting untuk menunjang aktivitas dan usaha produktif di rumah tangga maupun dalam menghasilkan barang dan jasa. Sumber energi dapat berasal dari energi fosil, energi matahari, air, angin atau energi dari sumber daya hayati (bioenergi). Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia saat ini, membuat masalah terbaru yang harus diselesaikan secara cepat oleh masyarakat luas. maka dibutuhkan suatu sumber energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Potensi biogas sebagai bahan bakar alternatif sebenarnya sangat banyak diproduksi terutama pada pengolahan limbah cair industri makanan, peternakan, dan pertanian. Biogas ini selain murah, juga ramah lingkungan. Biogas dapat dihasilkan dari limbah organik seperti sampah, sisa-sisa makanan, kotoran hewan dan limbah industri makanan. Pada kasus kali ini akan lebih ditekankan dalam pengolahan dari limbah industri yakni limbah tahu cair menjadi energi alternatif biogas. Sebagian besar limbah tahu cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih.

Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secra langsung tanpa pengolahan limbah terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Biogas sendiri memiliki komposisi gas – gas yang terkandung di dalamnya.

Komponen

Persentase (%)

Metana (CH4)

55 – 75

Karbondioksida (CO2)

25 – 45

Nitrogen (N2)

0 – 0,3

Hidrogen (H2)

1 – 5

Hidrogen Sulfida (H2S)

0 – 3

Oksigen (O2)

0,1 – 0,5

Limbah tahu cair secara fisik terlihat sekali berwarna kuning keruh dan berbau rebusan kedelai. Bau yang dihasilkan dari limbah tahu cair sangat menyengat bak bakteri anaerob. Permasalahan yang muncul adalah berapa kapasitas limbah cair yang dihasilkan oleh para pelaku usaha tahu dan bagaimana mekanisme pemanfaatan biogas yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan beberapa pendekatan untuk mengarah kepada permasalahan tersebut di antaranya adalah model dari metode penelitian yang dijasikan dapat berupa metode rekayasa yang merupakan suatu kegiatan rancang bangun tidak rutin, sehingga didalamnya terdapat kontribusi baru, baik dalam bentuk proses maupun produk/prototype.

Namun bila kita mengamati lebih jauh terhadap hasil yang telah dihasilkan oleh proses aerobik limbah tahu cair masih terlihat jelas komposisi gas karbon diokasida (CO2) sangatlah besar di dalam proses tersebut. Padahal telah kita ketahui sendiri bahwa gas CO2 akan bersifat korosif jika di dalam gas alam terkandung uap air yang dapat mengasamkan CO2 menjadi H2CO3. Sifat korosif CO2 akan muncul pada daerah – daerah yang menyebabkan penurunan temperatur dan tekanan, seperti pada bagian elbow pipa, dan injektor turbin.

Sebagai contoh di dalam fasilitas turbin gas, CO2 akan mengakibatkan penurunan nilai kalor pembakaran karena CO2 dan H2O merupakan produk dari pembakaran, sehingga CO2 dan H2O tidak dapat dibakar. Menurunnya kalor pembakaran akan mengurangi tegangan listrik yang dihasilkan oleh turbin gas tadi. Contoh lain misalnya dalam proses pencairan gas alam, CO2 bersifat merugikan, karena pada suhu sangat rendah CO2 akan menjadi padat (icing), sehingga mengakibatkan tersumbatnya sistem perpipaan dan merusak tubing-tubing pada alat penukar panas utama (main heat exchanger).

Sehingga untuk mengurangi kadar gas CO2 tersebut, bisa dilakukan dengan melewatkan biogas ke dalam larutan NaOH sehingga terjadi proses Absorbsi. Hasil dari proses ini adalah terbentuknya natrium karbonat yang bisa lebih digunakan untuk keperluan lain. Dengan berkurangnya gas CO2 di dalam total biogas, diharapkan masyarakat dapat terjaga kesehatannya dari limbah tahu cair sebagai pencemar air. Selain itu, pemanfaatan biogas sendiri diharapkan bisa optimal seiring dengan pemurnian gas CH4 dari campuran gas CO2.

Dengan demikian harga jual tahu juga tidak terlalu tinggi, dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagi Pemerintah pusat maupun daerah juga dapat turut membantu meningktkan Pendapatan Asli daerah, dengan semakin berkembangnya kuantitas maupun kualitas industri pengolahan tahu di seluruh wilayah Indonesia.

1.2 Rumusan masalah

1 Bagaimana mengkonversi bahan limbah tahu cair menjadi biogas ?

2 Bagaimana proses terjadinya arbsorbsi gas CO2 dalam biogas ?

3 Apa saja manfaat yang akan didapat setelah penggunaan biogas ?

1.3 Tujuan

1 Dapat menjelaskan proses konversi limbah tahu cair menjadi bahan alternatif biogas.

2 Dapat menjelaskan prinsip dasar dalam proses pengolahan limbah tahu .

3 Dapat menjelaskan proses arbsorbsi gas CO2 dalam biogas.

4 Dapat memperkirakan keuntungan penggunaan bahan bakar alternatif biogas daripada bahan bakar fosil.

1.4 Batasan Masalah

Dalam Pemanfaatan Limbah Tahu Cair Sebagai Bahan Alternatif Biogas ini perlu adanya pembatasan masalah yakni hanya menjelaskan pada proses pembuatan dan pemanfaatan limbah tahu cair menjadi biogas. Serta proses arbsorbsi CO2 dengan NaOH secara kontinyu dalam lingkup bidang kimia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Pembentukan Biogas Melalui Proses Digester

2.1.1 Metode Penelitian

Pada pembentukan biogas dari limbah tahu cair , kita memerlukan beberapa alat dan bahan yang perlu dipersiapkan diantaranya adalah limbah tahu cair, drum minyak sebagai tabung digester, plat/stainless steel pipa PVC 0.5 inch, PVC, sambungan siku 0.5 inch, PVC sambungan T 0.5 inch, PVC ulir 0.5 inch jantan 26 dan betina, lem PVC, stop kran 0.5 inch, elbow, bata merah, semen, pasir, pipa PVC 5 inchi, botol plastik, fiberglass, ban dalam, dan tali karet ban dalam. Sedangkan bahan yang digunakan pada pengujian jumlah koloni adalah spiritus, alkohol, media agar, buffer fosfat atau 0.85% NaCl , dan starter/EM4.

Metode yang digunakan adalah metode yang telah dijelaskan di dalam sub bab latar belakang yakni metode rekayasa yang merupakan suatu kegiatan rancang bangun tidak rutin, sehingga didalamnya terdapat kontribusi baru, baik dalam bentuk proses maupun produk/prototype. Sedangkan metode pengumpulan datanya dilakukan dengan Observasi Lingkungan dimana kita langsung mendatangi daerah yang memiliki dampak terparah akibat proses pengolahan industri tahu, pengukuran sifat fisik keadaan lingkungan di sekitar daerah yang terkena dampak limbah tahu cair, perancangan terhadap model biodigester yang perlu dipertimbangkan untuk kenyamanan kerja operator, dan pembuatan prototype.

2.1.2 Proses Terbentuknya Biogas

Pada Industri tahu sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lender, dan bahan organic lainnya). Sehingga cara kerja dari biodigester berdasarkan dari prinsip 3R pengolahan limbah tahu, yakni Reduce (proses pemisahan kandungan dalam limbah tahu cair), Reuse (pemanfaatan kembali hasil lain dari biogas), Recycle (proses daur ulang). Prinsip bertujuan agar hasil biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah tahu cair lebih optimal.

· Reduce

Di dalam proses pemisahan ini terdapat tiga jenis perlakuan dalam pengolahan limbah tahu cair yakni pertama adalah pengolahan limbah tahu cair secara Fisika. Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air limbah tahu cair dan dimasukkan dalam tabung digester. Perlu untuk menguraikan bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung untuk disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

Selanjutnya adalah proses pengolahan limbah secara Kimia yang biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Dan yang terakhir adalah pengolahan limbah secara Biologi yang berlangsung didalam digester. Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar. Namun pada proses dekomposisi yang lebih berperan dalam proses ini adalah bakteri anaerob. Proses dekompisisi limbah tahu cair menjadi biogas memerlukan waktu hingga berjalan 4 minggu. Seperti yang telah dijelaskan tadi bakteri yang terlibat adalah bakteri anaerob dengan beberapa tahapan dengan selang waktu tertentu:

- Tahap Hidrolisis merupakan proses perombakan selulosa menjadi gula yang dilakukan oleh bakteri selulotik. Selain itu menghasilkan karbon diokasida, etanol, dan panas. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Sedangkan bagi bakteri aerob bertugas untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan panas.

- Tahap Asidogenik atau proses pembentukan asam dilakukan oleh bakteri – bakteri yang bertugas untuk membentuk asam – asam organic seperti asam – asam butirat, propionate, laktat, asetat, dan alkohol dari substansi – substansi polimer kompleks seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Proses ini dilakukan dalam suasana anaerob didalam tabung digester.

- Tahap akhir yang dilakukan oleh bakteri pembentuk metana. Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.

· Reuse

Penggunaan kembali hasil dari sisa biogas bisa untuk penggembukan tanah, dan perkembangan anaerob dalam tanah sehingga tanah menjadi subur yang disebabkan oleh kandungan bakteri yang cukup banyak didalam hasil sampingan .

· Recycle

Limbah tahu cair yang dihasilkan dalam pengolahan tahu di industri tahu terkadang melampaui batas maksimalnya sehingga sangat tidak mencukupi pada tabung digester dengan jumlah dan kapasitas tamping tertentu. Sehingga untuk meminimalisir ledakan limbah tahu cair tersebut dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air dadih.

2.1.3 Kualitas Limbah Tahu Cair Dalam Proses Pembentukan Biogas

· Suhu

Temperatur terukur yang bekerja pada digester menunjukkan pada angka 20 -25oC, sesuai dengan temperatur yang diperkirakan pada tahap perancangan. Hal ini dapat disebabkan oleh temperatur lingkungan yang mempengaruhi materi di dalam biodigester, karena karena material bahan dalam hal ini drigen yang digunakan bukan merupakan isolator /penahan panas yang baik. Dengan mengetahui variabel ini selanjutnya dapat diperhitungkan kemampuan digester tersebut dalam mencerna bahan. Pada temperatur 35oC bahan limbah cair tahu dapat dicerna selama 10 – 15 hari. Pada percobaan temperatur yang bekerja mencapai suhu antara 20 - 25oC sedikit dibawah temperatur optimal maka dapat dipahami kemampuan bakteri untuk mencerna bahan menjadi 3 minggu.

· pH

Derajat keasaman dari bahan di dalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Derajat keasaman dapat diukur dengan pH meter atau kertas pH. Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel.

· BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan pengurangan kadar BOD dari 334,75 mg/l menjadi 85 mg/l.

· COD (Chemical Oxygen Demand)

Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potasium dikromat yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm. Hasil penelitian menunjukkan pengurangan kadar COD dari 1826 mg/l menjadi 450 mg/lt.

· TSS (Total Suspended Solid)

adalah semua zat terlarut dalam air yang tertahan membran saring yang berukuran 0,45 mikron. Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C– 105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, part ikel yang mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air, terlebih dahulu dipisahkan sebelum pengujian. Hasil penelitian menunjukkan pengurangan kadar SS dari 250 mg/l menjadi 40 mg/lt.

Berikut adalah rangkuman analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan tanpa proses aerasi yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagai berikut:

No

Parameter

Konsentrasi Limbah Cair (mg/l)

Efisiensi

Sebelum diolah

Sesudah diolah

1

BOD

334.75

85

74,5 %

2

COD

1826

450

75,4 %

3

Total SS

250

40

84 %

4

Sulfat

Ttd

28,6


5

Ph

5,4

6,7


Berdasarkan Undang – undang No. 23 Tahun 1997 dan PP No. 82 Tahun 2000 Mengenai Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian. Kondisi tersebut dapat diterima, artinya kadar limbah cair yang telah diolah cukup aman untuk lingkungan.

2.1.4 Hasil Biogas dalam Biodigester

Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Besarnya gas karbon dioksida sebesar 30% belum dikategorikan suatu kesuksesan untuk mendapatkan bahan alternatif yang terbarukan karena biogas yang masih mengandung gas karbon dioksida proses pembakarannya tidaklah sempurna dan dapat merusak peralatan dari biodigester. Sehingga perlu dilakukan pemurnian biogas dengan cara Absorbsi gas CO2 oleh NaOH secara kontinyu.

2.2 Absorbsi Gas CO2 Dalam Biogas

Hasil fermentasi dari bahan-bahan diatas menghasilkan biogas dengan kadar komponen terbesar yaitu CH4 (55% - 75%) dan CO2 (25% - 45%). Pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar masih dalam skala rumah tangga dan belum terpakai secara optimal. Hal ini disebabkan biogas masih mengandung CO2 dalam kadar yang tinggi sehingga effisiensi panas yang dihasilkan rendah. Untuk mengurangi kadar CO2 yang terkandung dalam biogas adalah dengan mengabsorbsi CO2 menggunakan larutan NaOH secara kontinyu dalam suatu reactor (absorber). Pada bab kali ini, variabel yang diteliti adalah pengaruh laju alir NaOH terhadap CO2 yang terserap dan CH4 yang dihasilkan. Absorbsi CO2 dilakukan dengan mengumpankan larutan NaOH secara kontinyu pada bagian atas menara pada konsentrasi dan laju alir tertentu, sementara biogas dialirkan pada bagian bawah menara.

Gas dan cairan akan saling kontak dan terjadi reaksi kimia. Tiap interval waktu 3 menit, larutan NaOH setelah diabsorbsi diambil untuk dianalisa jumlah CO2 terserap dengan metode asidi alkalimetri. Dari hasil analisa dan perhitungan didapatkan jumlah CO2 yang terserap dan CH4 yang dihasilkan semakin besar seiring berkurangnya laju alir NaOH serta % CO2 yang terserap maksimum 58,11% dan kadar CH4 yang dihasilkan sebesar 74,13%.

Sifat fisis dari Natrium Hidroksida adalah Berat Molekulnya 40 g/mol; dan rapat massa sebesar 2,130 g/lt. sedangkan sifat kimia yang dimiliki NaOH adalah merupakan basa yang cukup kuat, mudah larut dalam air, dan mudah menyerap CO2 sehingga membentuk CO2. Selanjutnya untuk Karbon Dioksida memiliki sifat fisis berupa Berat Molekul 44,01 g/mol yang berwujud gas. Melting Point sebsar -56,6 ºC pada 5,2 atm, dan Boilling point sebesar -78,5 ºC. selain itu karbon dioksida dapat bereaksi cepat dengan NaOH.

2.2.1 Mekanisme Reaksi

Gas CO2 langsung bereaksi dengan larutan NaOH sedangkan CH4 tidak. Dengan berkurangmya konsentrasi CO2 sebagai akibat reaksi dengan NaOH, maka perbandingan konsentrasi CH4 dengan CO2 menjadi lebih besar untuk konsentrasi CH4. Absorbsi CO2 dari campuran biogas ke dalam larutan NaOH dapat dilukiskan sebagai berikut :

CO2(g) CO2(g) (1)

CO2(g) + NaOH(aq) NaHCO3(aq) (2)

NaOH(aq) + NaHCO3 Na2CO3(s) + H2O(l) (3)

CO2(g) + 2NaOH(aq) Na2CO3(s) + H2O(l) (4)

Dalam kondisi alkali atau basa, pembentukan bikarbonat dapat diabaikan karena bikarbonat bereaksi dengan OH- membentuk CO32-.

2.2.2 Proses Arbsobsi gas CO2

Pada proses Arbsorbsi gas CO2 ini merupakan lanjutan dari proses perubahan limbah tahu cair menjadi biogas (yang tercampur dengan gas – gas lain) secara biodigester. Langkah tersebut dilanjutkan dengan proses absorbsi biogas dengan larutan penyerap NaOH secara kontinu diumpankan pada bagian atas menara pada konsentrasi dan laju alir tertentu, sementara itu biogas dialirkan pada bagian bawah kolom. Gas dan cairan akan saling kontak dan terjadi reaksi kimia. Tiap interval waktu 3 menit, larutan NaOH setelah diabsorsi diambil untuk dianalisa. Jumlah CO2 yang terserap dianalisa dengan metode asidi-alkalimetri.

Laju Air NaOH (mL/s)

% CH4 yang berhasil dimurnikan

1,12

74,13

2,75

72,95

4,25

72,85

5,67

71,77

7,625

70,31

Terlihat bahwa semakin besar laju alir NaOH, maka jumlah CH4 yang berhasil dimurnikan semakin kecil akibat CO2 yang terserap juga kecil. Hal ini dikarenakan pada operasi arbsorbsi dengan laju alir besar, waktu kontak antara NaOH dengan CO2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil. Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan transfer massa yang terjadi lebih sedikit dan jumlah CH4 yang dihasilkan juga lebih sedikit.

2.3 Kriteria Biogas yang dihasilkan

2.3.1 Laju Pembentukan Biogas

bila terdapat suatu daerah yang terkena dampak langsung dari pengolahan industri tahu, perlu dilakukan efektifitas terhadap kebersihan lingukngan dan energy terbarukan melalui proses – proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Diketahui suatu Desa A memiliki daya kebutuhan energy sebesar 334 kw/hari. Jadi kapasitas limbah cair yang dihasilkan dapat dihitung dengan :

Kapasitas limbah cair = koefisien limbah x jumlah kedelai yang di olah

= 9,46 Liter/Kg x 30.000 Kg/hari

= 283.800 liter/hari

Pengolahan limbah tahu cair dari kapasitas 283,8 m3/hari tersebut, dapat diperoleh biogas setara dengan 442,6 m3/hari. Sehingga kemampuan digester perlu mendapat perharian tersendiri untuk menghasilkan biogas dengan komposisi yang sesuai. Maka volume digester yang dibutuhkan untuk mencerna bahan dapat dihitung sebagai berikut :

Text Box: Vt = (Lp x Abhn)/80% Dimana :

Vt = Volume total digester (m3)

Lp = Lama proses (hari)

Abhn = Aliran bahan (Liter/bahan)

Sehingga :

Vt = (Lp x Abhn)/80% Vt = (8 x 1500)/80%

= 15.000 Liter atau 15 m3

Sedangkan lama waktu fermentasi untuk menghasilkan biogas secara optimal mencapai 3 minggu tergantung dari kualitas limbahnya. Dengan penambahan starter dalam hal ini EM4 dengan komposisi 0,5%, proses pembentukannya menjadi satu minggu lebih cepat. Sedangkan penambahan starter 1,5%, proses pembentukannya menjadi hanya 8 hari saja.

2.3.2 Efisiensi Biogas Terhadap Energi Lain

Bahan bakar yang masih lazim digunakan oleh masyarakat luas pada umumnya adalah minyak tanah dan kayu bakar. Kebutuhan energi untuk memasak didapat dari konsumsi energy untuk memasak di pedesaan/kapita/tahun menurut Hadi (1979) seperti yang tertulis pada tabel berikut:

Bahan Bakar

Jumlah (Kg)

Jumlah (m3 atau Liter)

Nilai Kalor (103 kkal)

Kebutuhan memasak (103 kkal)

Efektifitas (%)

Kayu Bakar

879.3

1758 m3

3077.5

689.36

22.4

Semak dan nabati lain

162.4

0.325 m3

568.5

127.34

22.4

Minyak tanah


19.074 Liter

186.9

65.43

35

Sedangkan berdasarkan penelitian terhadap 100 Kg kedelai dihasilkan 1,5 m3 atau setara dengan 1500 Liter biogas dengan nilai kalori 4,785 kkal/Liter. Sehingga panas dari biogas yang dihasilkan mencapai 7177,7 kkal. Sehingga efisien dengan penggunaan bioas sebagai pengganti grajen sebesar 61,6 %.

Dari pengamatan efisiensi penggunaan biogas lebih besar daripada bahan bakar lain, diharapkan masyarakat dapat terjaga kesehatan lingkungannya terutama dari sumber – sumber air yang tercemar dan bau busuk yang ditimbulkan. Selain itu dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standar baku mutu pemerintah sehingga layak dibuang ke sungai. Di samping itu juga dapat memanfaatkan biogas yang dihasilkan sebagai alternatif bahan bakar yang dapat digunakan untuk kebutuhannya sehari – hari. Bagi pengusaha terutama industri kecil pengolahan tahu, dapat mengurangi biaya produksi dengan memanfaatkan limbah tahu cair sebagai biogas. Dengan demikian harga jual tahu tidak terlalu tinggi dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. biogas pula secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebutuhan terbarukan semakin dibutuhkan seiring dengan menipisnya bahan bakar fosil yang dijadikan bahan konsumsi primer masyarakat luas. Sehingga perlu adanya inovasi terbaru untuk menggantikan energi fosil yang salah satunya adalah biogas yakni bahan bakar alternatif terbarukan yang bersumber dan pengolahan yang ramah lingkungan serta tidak merusak lingkungan. Selain itu biogas juga mudah dibentuk dari proses digester limbah tahu cair. Dengan memasukkan limbah tahu cair ke dalam sebuah tabung digester tanpa adanya aerasi atau udara, maka bakteri anaerob mampu untuk merombak kandungan – kandungan yang ada di dalam limbah tahu cair tersebut. Hasil biogas yang di dapat berupa gas metana dan karbon diokasida yang memiliki kandungan terbesar dalam biogas selain komposisi gas – gas kecil lainnya.

Adanya gas CO2 di dalam biogas memiliki kerugian yang cukup berarti, sehingga perlu adanya inovasi terbaru untuk mengurangi kandungan gas CO2 di dalam biogas yakni dengan cara Absorbsi gas CO2 dengan NaOH secara kontinyu. Jika laju alir pada NaOH berjalan lambat maka akan didapatkan CO2 yang terserap semakin besar sehingga hasil pemurnian metanapun semakin besar.

3.2 Saran

Setelah kita memiliki suatu pemikiran tentang penggunaan biogas untuk pemanfaatan kehidupan sehari – hari. Perlu adanya dukungan lebih dari Pemerintah Pusat maupun Daerah agar proses pembuatan biogas dari Biodigester ini berjalan cepat seiring dengan desakan global yang kini mulai mengalami krisis energi. Diharapkan juga kedepan Negara kita mampu menghilangkan sifat ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil.

DAFTAR ISI

Bird, R, et. Al.1960.Transport Phenomen.USA: John Willey & Sons.

Chapel, D.G. and Mariz, C.L.1999.Recovery of CO2 from Fuel Gas; Commercial Trends. Flour Daniel – One Flour Drive: California.

Fatah, A, dkk.1989.Pembuatan Gasbio.Magelang: Laporan penelitian Universitas Muhammadiyah Magelang.

Hambali, Erliza, dkk. 2007.Teknologi Bioenergi.Jakarta: Agro Media.

Harahap, F., dkk.1980.Teknologi Gas Bio.ITB Press: Bandung.

Hasan, Rofiqi.2008.Bali Bangun Proyek Pengolah Sampah Jadi Listrik.TEMPO Interaktif. html://www.tempointeraktif.com. (26 Desember 2008).

Indratono Y, S. 2005.Reaktor Biogas Skala Kecil/Menengah (bagian kedua): Artikel IPTEK bidang Energi dan Sumber daya Alam. http://www.beritaiptek.com diakses 18 november 2009.

Maynell, P. J.1976.Methane:Planning a Digester.Great Britain: Prism Press.

Patzek, T.W.2006.The Real Biofuel Cycles.Berkeley University: _________.

Sufyandi, A.2001.Informasi Teknologi Tepat guna Untuk Pedesaan Biogas.Bandung: Tidak untuk dipublikasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar