Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para
sahabatnya.
Sebagian
ulama berpendapat, makruh menyeka angota tubuh dengan handuk sesudah berwudhu.
Mereka mendasarkan kepada hadits Maimunah radhiyallaahu 'anha tentang
mandi janabatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Pada
ujung hadits itu disebutkan,
ثُمَّ أَتَيْته بِالْمِنْدِيلِ ، فَرَدَّهُ
"Selanjutnya
saya memberikan handuk kepada beliau, namun beliau menolaknya.” (HR.
Muslim) dan dalam riwayat lain, “Dan beliau menyeka dengan kedua tangannya.”
(HR. Al-Bukhari)
Pendapat Sahabat Dalam Masalah Ini
Para
sahabat berbeda pendapat dalam menghukumi masalah ini dalam tiga
kelompok: Pertama, tidak apa-apa dalam wudhu maupun
mandi. Ini merupakan pendapat Anas bin Malik dan al-Tsauri.
Kedua, makruh dalam wudhu dan
mandi. Ini adalah pendapat Umar dan Ibnu Abi Laila.
Ketiga,
dimakruhkan dalam wudhu dan tidak dalam mandi. Ini adalah pendapat Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma. (Lihat Syarah Muslim: 2/17, no. 476)
Imam
Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa di dalamnya
terdapat dalil dianjurkannya untuk tidak menyeka anggota badan. Dan ini
dikuatkan oleh hadits lain dari Abu Hurairah dalam Shahih al-Bukhari, “ . .
. Kemudian beliau mandi, lalu keluar (menuju shalat jama’ah) sedangkan
air masih menetes dari kepalanya dan kemudian mengimami mereka.”
Lalu
Imam Nawawi menyebutkan lima pendapat dalam menyeka anggota badan sesudah mandi
dan wudlu: Pertama, dianjurkan meninggalkannya (tidak
mengelap/menyeka anggota badan), namun tidak dikatakan: melakukannya adalah
makruh.Kedua, makruh. Ketiga, mubah, baik
menyeka atau tidak.Keempat, mustahab (disunnahkan) karena untuk
mencegah dari menempelnya kotoran. Kelima, dimakruhkan pada
musim panas dan tidak pada musim dingin.
Imam
Nawawi lebih memilih pendapat yang mubah, karena melarang dan menganjurkan itu
membutuhkan dalil yang jelas. Dan ketika diteliti lebih jauh, tidak didapatkan
keterangan jelas dan tegas yang melarangnya. Padahal hukum asal segala sesuatu
adalah mubah.
Bolehnya
menyeka ini juga berdasarkan perkataan Maimunah dalam hadits di atas: “Dan
beliau menyeka dengan kedua tangannya.” Jika menyeka (menghilangkan air)
dengan tangan adalah mubah, maka mengelap dengan handuk juga memiliki hukum
semisalnya atau bahkan lebih karena sama-sama untuk menghilangkan air.
Abu
Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah (I/168) menyebutkan beberapa alasan untuk
menyangkal hujjah yang memakruhkan menggunakan handuk sesudah berwudhu' dari
hadits Maimnah di atas:
"Ini
adalah kasus tertentu yang memiliki banyak kemungkinan. Boleh jadi beliau
menolaknya disebabkan apa yang ada pada handuk tersebut. Seperti: handuk itu
tidak bersih, atau khawatir membuatnya basah dengan air, atau yang lainnya.
Lalu alasan Maimunah membawakan handuk karena itu merupakan kebiasaan
beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam. (Dikutip dari al-Syarh
al-Mumti': I/181 dan lihat Zaad al-Ma'ad, Ibnul Qayyim: I/197).
Pembolehan
ini dikuatkan lagi dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallamberwudhu, lalu membalikkan jubah wol beliau dan menyeka
dengannya."
Al-Tirmidzi rahimahullah berkata,
"Sebagian ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dan orang-orang sesudah mereka membolehkan memakai handuk
sesudah wudhu. Adapun orang yang memakruhkannya, maka ia memakruhkannya karena
beralasan –konon- air wudhu itu akan ditimbang."
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menggunakan handuk untuk
menyeka anggota wudhu sesudah mengerjakan wudhu dan hendak akan shalat, tidak
apa-apa (termasuk perkara mubah). Karena melarang dan menganjurkan itu
membutuhkan dalil yang jelas. Dan ketika diteliti lebih jauh, tidak didapatkan
keterangan jelas dan tegas yang melarangnya. Padahal hukum asal segala sesuatu
adalah mubah. Wallahu Ta'ala A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar