Olahraga memang dinamis. Semboyan citius
altius fortius yang berarti lebih cepat, lebih tinggi dan lebih kuat, adalah
rohnya olahraga. Siapa yang lebih cepat dan lebih kuat adalah orang-orang yang
patut mendapat derajat lebih tinggi. Gelar sebagai juara pantas disandang.
Sejak PON dibawa ke luar Jakarta, kumpulan atlet ibukota negara ini, tidak lagi
melulu menjadi kumpulan yang terbaik. Akan tetapi, DKI Jakarta tetap
diperhitungkan sebagai barometer olahraga. Hanya saja, pertarungan merebut
gelar bergengsi dalam dunia olahraga nasional, semakin ketat.
PON ke-15 tahun 2000, tatkala Jawa Timur
yang menjadi tuan rumah, sukses meruntuhkan dinasti DKI untuk merebut juara
umum. Empat tahun kemudian, DKI bangkit di PON Sumsel 2004 untuk mengambil alih
mahkota yang hilang. Jawa Timur pun tidak diam, pada PON Kalimantan Timur 2008,
piala juara umum kembali dibawa ke negeri para arek itu. Di Riau tahun ini,
perebutan tahta terbaik olahraga nasional menjadi lebih seru dan dinamis. Sejak
awal pelaksanaan, posisi perolehan medali menjadi ajang salip-menyalip. Ibarat
tarung MotoGP, posisi tiga besar, silih berganti dikuasai oleh Jawa Timur, Jawa
Barat, dan DKI Jakarta. Tuan rumah Riau memang sempat unggul di hari-hari
pertama, namun kondisi itu lebih disebabkan laga final belum banyak.
Di awal, start DKI Jakarta tampak
terseok-seok, sementara Jawa Barat dan Jawa Timur lebih unggul. Menjelang
hari-hari terakhir, Jawa Timur, justru tersendat-sendat dan kebalikannya, DKI
Jakarta tampil perkasa. Perlahan dan pasti, DKI Jakarta menyodok mengejar Jawa
Barat. Penentuan juara umum baru dapat ditentukan pada lap terakhir menjelang
penutupan. Pada saat finish, DKI Jakarta akhirnya mengungguli calon tuan rumah
PON 2016, Jawa Barat, dengan 108 medali emas, 101 perak dan 110 perunggu. Jawa
Barat menjadi runner up dengan selisih enam emas, atau lengkapnya 102 emas, 76
perak dan 102 perunggu. Adapun sang juara bertahan, Jawa Timur harus puas
bertengger di posisi ketiga dengan 85 emas, 87 perak dan 83 perunggu. DKI
Jakarta unggul dalam cabang-cabang senam (13 emas), aerosport (8 emas),
akuatik (7 emas), atletik, wushu, golf, boling dan selam masing-masing (6
emas), biliar (5 emas), catur, judo, tenis dan sepatu roda masing-masing (4
emas), taekwondo, layar, kempo dan karate masing-masing (3 emas).
Secara keseluruhan, DKI Jakarta meraih
emas 29 cabang, dari 39 cabang yang diikuti. Jawa Barat perkasa dari cabang
renang dengan 22 medali emas dari total 32 nomor yang diperlombakan. Angkat
besi/angkat berat (7), atletik dan judo masing-masing (6), balap sepeda, dayung
dan taekwondo masing-masing (5) serta pencak silat dan catur masing-masing (4).
Sama seperti DKI Jakarta, Jawa Barat
mengumpulkan emas dari 29 cabang. Perebutan posisi level kedua, juga tidak
kalah seru. Menjelang penutupan, tiga daerah, yakni Kalimantan Timur, Riau dan
Jawa Tengah masih berkutat merebut posisi keempat. Sehari sebelumnya,
pada 18 September, Kalimantan Timur, berada di posisi keempat, Riau kelima, dan
Jawa Tengah keenam, dengan selisih hanya satu medali emas.
Ketika seluruh pertandingan berakhir pada
19 September, baru dapat dipastikan Jawa Tengah menempati posisi keempat,
Kalimantan Timur kelima, dan tuan rumah Riau keenam, dengan selisih medali emas
yang sangat tipis. Jawa Tengah tertolong perolehan dua medali emas dari
bulutangkis pada hari terakhir. Kalimantan Timur, terdongkrak perolehan 14
medali emas dari cabang gulat dari total 16 emas yang diperebutkan.
Adapun Riau, kehabisan bahan bakar di
garis finish. Niatan tuan rumah menempati posisi lima besar, gagal total.
Padahal, Gubernur Riau Rusli Zainal sempat melontarkan wacana menjadi juara
umum.
Pembinaan jangka panjang
Sangat menarik mengkaji perolehan umum
medali di PON Riau ini. Kemenangan DKI Jakarta, tidak terlepas dari pembinaan
jangka panjang yang dilakukan para pengurus olahraganya semenjak kekalahan di
Kalimantan Timur 2008. Ketua Kontingen DKI, Eddy Widodo mengungkapkan, sepulang
dari Kalimantan Timur, DKI Jakarta langsung melakukan evaluasi besar-besaran
terhadap seluruh cabang olahraga. Pemusatan latihan daerah sudah dimulai pada
tahun 2009. Beberapa cabang berlatih di luar negeri dan memberi
kesempatan try out kepada atlet untuk menambah jam terbang
pertandingan.
Bukan hanya prestasi, soal pendukung di
arena pertandingan pun dipikirkan DKI Jakarta. Mereka merekrut puluhan pemuda
Riau asli, untuk menjadi pemimpin para suporter, dengan program semacamtraining
for traineers di Jakarta. Para pemuda itu diberi pelatihan
menyanyikan lagu-lagu yang dapat membangkitkan rasa patriotisme dan heroisme
atlet.
Setelah melewati program di Jakarta,
puluhan pemuda itu merekrut timnya sendiri di Riau. Mereka kemudian bergabung
dengan suporter asal Jakarta, untuk menghidupkan suasana arena pertandingan
setiap atlet DKI Jakarta bertanding. Tidak heran apabila suporter DKI menjadi
kelompok paling simpatik dan berkesan selama penyelenggaraan PON Riau. Meski
sukses menjadi juara umum, Eddy menyatakan masih banyak cabang yang tidak
memenuhi target. "Seusai PON Riau ini pun kami akan melakukan evaluasi
besar-besaran lagi. Beberapa cabang seperti renang, pencak silat, menembak, ski
air dan tinju tidak memenuhi target. Di Riau, kami memiliki 101 medali perak,
atau mengalami kekalahan di partai final. Ini yang akan kami evaluasi
lagi," ujar Eddy.
Jawa Timur sebenarnya mempersiapkan hal
serupa seperti DKI. Bahkan menurut Ketua Harian KONI Jawa Timur, Dhimam Abror,
dua tahun menjelang PON, tim aju Jawa Timur sudah meneliti kondisi penginapan
atlet di kota-kota lokasi pertandingan. Mereka menyewa beberapa rumah di
Pekanbaru, dan mempersiapkan penginapan cadangan. Ketika ternyata
penginapan atlet bermasalah dan kurang memenuhi standar, Jawa Timur tidak
terlalu ribut. Mereka dengan tenang memindahkan atletnya ke tempat yang sudah
disediakan jauh-jauh hari. Kegagalan Jawa Timur di Riau, kata Dhimam, murni
masalah internal. Jawa Timur kurang dapat mengantisipasi perubahan nomor-nomor
pertandingan setelah PON Kalimantan Timir 2008. "Banyak nomor andalan kami
yang tidak dipertandingkan lagi. Misalnya, panahan dari 24 nomor di Kalimantan
Timur, menciut menjadi 12 nomor di Riau. Aeromodeling dari 12 menjadi tujuh.
Ski air, nomor jumping putra dan putri yang merupakan andalan Jawa Timur tidak
dipertandingkan, padahal di SEA Games nomor ini ada," kata Dhimam.
Jawa Timur betul-betul terhenyak melihat
kebangkitan renang Jawa Barat. Tulang punggung cabang renang Eni Susilowati,
Fibriyani Ratna Marita, Omar Suryaatmaja dan Erlina Yacob yang menyumbangkan 16
emas di Kalimantan Timur 2008, gagal total mempertahankan kedigdayaannya. Jawa
Timur tidak mendapat satu medali emas pun di Riau.
Jawa Barat memang panen emas di kolam
renang. Lebih dari dua pertiga emas kolam renang (22 dari 32 emas), direbut
perenang andal Jawa Barat yang dimotori Glenn Victor, Ressa Kania Dewi, Triadi
Fauzi, dan Yessy V Yosaputra. Keperkasaan Jawa Barat meluluhlantakkan harapan
Jawa Timur dan DKI Jakarta. Ketua KONI Jawa Barat, Azis Syarif mengakui,
renang memang mendongkrak perolehan medali tim Tanah Pasundan itu. Namun, bukan
berarti cabang lain tidak ikut memberikan sumbangsih. Sumbangan dari cabang
lain seperti judo, balap sepeda, dayung dan cabang-cabang lainnyanya sangat
berarti.
Jawa Barat memulai pelatihan untuk PON
semenjak tahun 2010. Selama tiga bulan menjelang PON, sembilan cabang berlatih
intensif di Korea Selatan. Program itu termasuk memakai jasa pelatih Negeri
Ginseng itu. Hasilnya sangat signifikan. Beberapa cabang menunjukkan hasil
menggembirakan, semisal menembak menyumbang dua emas, dari semula hanya
perunggu, judo menjadi juara umum dengan enam emas dan beberapa emas lainnya.
Menurut Azis, Jawa Barat akan melanjutkan trend peningkatan prestasi di PON
Riau, saat menjadi tuan rumah tahun 2016. Target Jawa Barat sudah pasti menjadi
juara umum.
Jawa Tengah beruntung dapat menduduki
posisi keempat. Hal itu lebih disebabkan tuan rumah, "malu-malu"
mendatangkan atlet luar daerah, seperti kelakuan Kalimantan Timur saat menjadi
tuan rumah dahulu. Gubernur Riau, Rusli Zainal sebenarnya melanggar janjinya,
dengan mengatakan tidak akan membeli atlet dari luar Riau. Kenyataannya,
beberapa atlet Riau, seperti I Gede Siman (renang), Yon Mardiono (tenis meja),
Asmaul Husna (karate), David Agung (tenis) yang menyumbangkan emas adalah atlet
luar yang dibeli. Pantas saja, apabila Riau mampu meraih medali cabang-cabang
itu untuk pertama kalinya dalam sejarah PON.
Adapun Kalimantan Timur harus sangat
berterima kasih kepada Suryadi Gunawan. Mantan pegulat nasional yang kini
menjadi pelatih itu, sukses mempertahankan kejayaan olahraga adu otot itu untuk
tetap berada di Kalimantan Timur selama hampir seperempat abad. Kalimantan
Timur merupakan satu-satunya mantan tuan rumah PON di luar Jawa, yang mampu
tetap bercokol di urutan lima besar. Sewaktu menjadi tuan rumah tahun 2008,
Kalimantan Timur memang mengungguli Jawa Barat untuk menduduki posisi nomor
urut tiga dengan perolehan 116 emas, di bawah Jawa Timur dan DKI Jakarta. Namun
harap diingat, prestasi besar itu disebabkan Kalimantan Timur membeli
setidaknya 144 atlet berprestasi nasional sebelumnya. Di Riau 2012, inilah
prestasi Kalimantan Timur sesungguhnya.
Jadi, begitulah ketatnya persaingan untuk
menuju puncak. Meskipun didera dilema dan prahara, PON Riau 2012 patut diberi
apresiasi sebagai PON paling dinamis dalam persaingan menuju yang terbaik.
Lambang PON XVIII di Riau 2012
Maskot PON XVIII Riau 2012
Gubernur Riau Ikut Menyemarakkan PON XVIII
Cabang Olahraga PON XVIII dan Stadion Utama Pekanbaru Riau
Upacara Pembukaan PON XVIII Riau
Gegap Gempita Stadion Utama Riau dalam PON XVIII
Selanjutnya : PON XIX di Jawa Barat tahun 2016
Sumber : www.kompas.com (Riau, PON Paling Dinamis)