Manusia
selalu berubah. Seiring dengan berjalannya waktu, pengalaman yang didapatkan,
serta perubahan lingkungan, manusia selalu membuat perubahan-perubahan dalam
hidupnya agar lebih baik. Salah satu tahap dalam hidup manusia yang penuh
dengan perubahan adalah saat mereka kuliah. Selain jadwal yang selalu berubah
setiap semesternya, mahasiswa pun berevolusi, seiring dengan lamanya mereka
berada di kampus. Setelah melakukan penelitian intensif selama bertahun-tahun,
MBDC pun menemukan pola evolusi yang paling umum diikuti oleh para mahasiswa di
Indonesia. Inilah dia.
Tingkat
1
Pas
tingkat 1, biasanya mahasiswa masih adaptasi sama lingkungan dan orang-orang
baru, biasanya pakaiannya lumayan rapih, biar pencitraannya bagus gitu, apalagi
di hadapan lawan jenis. Dan karena ketemu temen-temen baru, masih suka jaim,
belom ketauan belang-belangnya. Tingkat 1 adalah waktu untuk membangun
pencitraan. Kalo soal kuliah, biasanya masih semangat-semangatnya. Semua buku
dibawa, dari buku wajib (yang asli impor, harganya 500 ribu), buku suplemen
dari perpus, catetan, dan laptop. Kalo ada asistensi/tutor/lab jam 7 malem pun
pasti dijabanin. Tugas? Pastinya dikerjain banget!
Tingkat
2
Di
tingkat 2 ini biasanya lagi betah-betahnya di kampus, tapi bukan buat kuliah.
Setelah mengerti trik-trik ampuh titip absen dan cabut kuliah, anak-anak
tingkat 2 ini mulai menyadari kalo kuliah cuma masuk kelas doang itu nggak
asik. Mereka mulai aktif di organisasi, ikut kepanitiaan acara ini itu, gabung
di perkumpulan mahasiswa, masuk klub olahraga kampus, ikut seminar dll. Biasanya
mereka dateng pagi ke kampus. Terus setor muka sama absen di kelas sebentar,
abis itu mulai sibuk rapat, team building, seminar ini itu. Penampilan juga
udah nggak serapih tingkat 1. Udah mulai akrab sama temen-temen baru, gebetan
juga udah dapet, jadi mulai cuek. Biasanya ke kampus pake kaos yang ada logo
universitasnya gitu.
Tingkat
3
Di
tingkat 3, biasanya udah jarang keliatan di kampus. Bukan karena bolos, tapi
jadwal kuliah biasanya udah nggak sepadet 2 tahun pertama. Kalo dulu bisa tiap
hari masuk, sekarang bisa cuma 3-4 hari ada kelas. Akibatnya, pas tingkat 3 ini
jadi lebih sering jalan-jalan ama seneng-seneng ketimbang kuliah. Karena itu,
biasanya pakaiannya lebih cocok buat ke mall daripada ke kampus. Karena jadwal
yang lowong ini, masuk kelas biasanya cuma selewat aja. Anak tingkat 3 dateng
pagi/siang pas ada kelas, abis selese kelasnya langsung cabut ke tempat lain.
Kepanitiaan dan organisasi juga udah nggak se-intense tingkat 2. Karena udah
senior, jabatan yang dipegang juga lebih tinggi. Jadi kerjaannya udah nggak
ribet waktu masih jadi staf biasa.
Tingkat
4
Tingkat
4 identik dengan skripsi atau tugas akhir. Dan segala aspek kehidupan mahasiswa
di tingkat 4 ini, semuanya dipusatkan ke skripsi tersebut. Walaupun kelas
tinggal 1 atau bahkan enggak ada, mereka tiap hari nongol di kampus, entah
ngetik di perpustakaan ditemani dengan 2 buku yang dibuka plus beberapa
fotokopian jurnal atau ngejar-ngejar dosen pembimbing. Gizi mahasiswa tingkat 4
ini biasanya juga buruk, karena stress mikirin skripsi. Muka-mukanya biasanya
beler gara-gara kurang tidur ato bete gara-gara skripsinya abis diacak-acak
sama dosen pembimbing. Mahasiswa tingkat 4 juga biasanya nggak punya kehidupan
sosial yang aktif.
Tingkat
5 (dan seterusnya)
Kenyataan
tidak selalu sesuai dengan harapan kita. Di dunia kuliah pun sama. Setelah 4
tahun berjuang keras supaya bisa lulus cepet, ternyata ada aja hal yang bisa
menghalangi. Dari ada kelas yang nyangkut, atau dosen pembimbing sensi sama
kita, jadinya nggak dilulus-lulusin. Dengan terpaksa, ada beberapa mahasiswa
yang harus berevolusi ke mahasiswa semester 9 (dan seterusnya). Jenis yang satu
ini banyak ragamnya. Ada yang makin jarang ke kampus karena sibuk sama kerjaan
lain (atau udah bodo amat sama kuliahan). Ada yang masih rajin ke kampus karena
masih banyak kelas yang belom lulus. Ada juga yang nyangkut di perpustakaan,
berusaha keras buat nyelesein tugas akhir yang susahnya setengah mati. Ada juga
yang gak jelas ngapain, tapi tiap hari ke kampus, dianggap tetua, trus hobinya
gangguin anak-anak tingkat 1. Walaupun jenis ini beraneka ragam, mereka punya
sebuah kesamaan, yaitu sebuah alergi pada 2 kata : "Kapan lulus ?"
Nah
demikianlah evolusi mahasiswa menurut pengamatan MBDC. Apakah ada yang kurang?
Silakan utarakan pendapat kamu di comments.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar