Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ketika tersandung batu, terpeleset, terjatuh atau terantuk sesuatu yang membuat
sakit, sering meluncur dari lisan kita kalimat-kalimat umpatan seperti
"Syetan!" (ungkapan kekesalan), atau "Syetan sialan."
Seolah-olah syetan ada di balik semua ini, karenanya dialah yang harus
disalahkan.
Memang
syetan senantiasa berusaha menimpakan keburukan kepada umat manusia karena
kedengkiannya. Terutama supaya manusia merugi dan sengsara dunia akhriat.
Karenanya, syetan berusaha keras untuk menyesatkan umat manusia dari jalan
hidayah supaya kelak menjadi temannya di neraka yang menyala-nyala. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ
لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ
أَصْحَابِ السَّعِيرِ
"Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka
menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Faathir: 6)
Tapi,
menyalah-nyalahkan syetan dengan kalimat-kalimat umpatan bukan sebuah kebaikan.
Diriwayatkan
dari Abu Malih. Ada seseorang bercerita kepada Abu Malih. Ia berkata:
"Saya pernah naik Unta bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Kemudian Unta beliau terpeleset, tanpa sadar saya berkata, تَعِسَ الشَّيْطَانُ
"Celakalah syetan." Lalu Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda,
لَا تَقُلْ تَعِسَ
الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ
وَيَقُولُ بِقُوَّتِي وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ
تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ
"Jangan
kamu katakan "celaka Syetan", sebab jika kamu katakan itu badan
syetan akan semakin membesar sehingga sebesar rumah seraya berkata, ‘dengan
kekuatanku (aku menggelincirkan dia.’ Tetapi katakanlah, ’Dengan menyebut nama
Allah’. Bila kamu berkata demikian, maka badan syetan akan mengecil hingga
sekecil lalat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasai, al-Thabrani, al-Baihaqi,
dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa
al-Tarhib, beliau berkata, "Shahihul Isnad", no.3128, 3129.)
Menyebut
nama Allah-lah yang pantas diucapkan oleh seorang muslim sebagai bentuk
keyakinannya bahwa tidak ada yang terjadi di muka bumi kecuali atas izin-Nya.
Bukan berarti dengan menyebut nama Allah, Allah disalah-salahkan. Sekali lagi
tidak, tapi sebagai ungkapan keyakinan bahwa semua itu dengan izin Allah.
Tentunya harus disertai juga dengan keyakinan bahwa apa yang Allah timpakan
atas orang muslim hakikatnya membawa kebaikan. Boleh jadi musibah yang menimpa
seorang muslim itu sebagai kafarah atas dosa dan kesalahannya atau sebagai
ujian dari Allah untuk meninggikan derajatnya. Diriwayatkan dari Mu'awiyah
radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيبُ
الْمُؤْمِنَ فِي جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
"Tidak
ada sesuatu yang menimpa seorang mukmin pada tubuhnya sehingga membuatnya sakit
kecuali Allah akan menghapuskan dosa-dosanya." (HR. Ahmad 4/98, Al-Hakim
1/347 Mu'awiyah radliyallah 'anhu. Al-Hakim menyatakan shahih sesuai syarat
Syaikhain. Imam al-Dzahabi menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
dalam al-Shahihah 5/344, no. 2274). Diriwayatkan juga dari Abu Sa’id Al-Khudri
dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda:
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى
وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah
menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan
duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus
dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun'alaih)
Asy-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94):
“Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa
kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu,
akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menggantikan
dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu.
Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa
musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua
balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap
musibah)."
Sementara
Mengungkapkan kekesalan dengan mencaci maki syetan tidak akan membawa kebaikan.
Selain tidak berpahala karena tidak mengembalikan urusan kepada Allah dan tidak
sabar atas takdir-Nya, perbuatan tersebut malah membuat syetan merasa senang
dan sombong. Syetan akan merasa bahwa kejadian itu ada karena kekuatan yang
dimilikinya. Dan selayaknya, seorang muslim yang memproklamirkan syetan sebagai
musuh abadinya tidak mau membuat syetan senang dan berbangga. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga pernah berpesan secara khusus agar tidak
mencaci syetan ketika terjadi musibah,
لاَ تَسُبُّوْا الشَّيْطَانَ
وَ تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ شَرِّهِ
"Janganlah
kalian mencaci maki syetan, sebaliknya berlindunglah kepada Allah dari
kejahatannya." (HR. al-Dailami, Tammaam dalam Fawa'idnya dan yang lainnya,
sebagaimana yang terdapat dalam Shahihah milik Al-Albani no. 2422)
Dan
bagi siapa yang telah terlanjur dan sering mencaci maki syetan seperti dengan
ungkapan, "Syetan sialan, syetan terkutuk!" (uangkapan kesal), dan
kata-kata semisalnya dengan dalih Syetan ada di balik semua ini, bukan
melakukan kebaikan. Sebaliknya, telah melanggar tuntunan Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam. Karenanya, dia harus beristighfar dan memperbaiki diri
sehingga hati akan terbina mengeluarkan kata spontan yang mulia. Wallahu Ta'ala
A'lam.